Tarif Trump Menggila: Harga iPhone Bisa Tembus Rp 58 Juta Ini Alasannya
Bayangkan membeli sebuah iPhone dengan harga setara satu unit motor premium. Itulah gambaran yang mencuat setelah rencana kenaikan tarif impor oleh mantan Presiden AS, Donald Trump, kembali menjadi sorotan publik. Dalam skenario kebijakan baru yang diusung Trump, harga iPhone yang dirakit sepenuhnya di Amerika Serikat diprediksi bisa meroket hingga Rp 58 juta per unit.
Asal Muasal Kenaikan: Strategi Proteksionis Trump
Donald Trump, yang tengah bersiap untuk kembali mencalonkan diri dalam pemilu mendatang, kembali menggencarkan wacana tarif tinggi terhadap barang-barang impor, khususnya dari Tiongkok. Kebijakan ini bertujuan untuk “mengembalikan industri manufaktur” ke tanah Amerika dan mengurangi ketergantungan pada pabrik luar negeri.
Namun, strategi ini membawa efek domino ke sektor teknologi, terutama Apple yang selama ini sangat mengandalkan rantai pasokan global — termasuk perakitan iPhone yang sebagian besar dilakukan di Tiongkok melalui Foxconn dan Pegatron.
iPhone Buatan Amerika: Lebih Mahal, Lebih Sulit
Membangun iPhone sepenuhnya di Amerika bukan hal yang mustahil, namun biayanya sangat tinggi. Mulai dari upah tenaga kerja yang jauh lebih mahal, infrastruktur manufaktur yang belum seefisien Asia, hingga keterbatasan suplai bahan baku lokal — semua faktor itu menyumbang pada lonjakan harga produksi.
Menurut analis ekonomi, jika Apple benar-benar memproduksi iPhone di AS untuk menghindari tarif impor hingga 35% yang diusulkan Trump, maka harga jual bisa melonjak dua kali lipat dari harga pasaran saat ini. Dengan nilai tukar rupiah saat ini, ini berarti iPhone kelas atas seperti iPhone 15 Pro Max bisa menyentuh Rp 58 juta atau lebih.
Konsumen dan Pasar: Siapa yang Akan Terkena Dampak?
Bukan hanya pengguna iPhone yang akan merasa terbebani. Jika tarif tinggi ini diterapkan, seluruh industri elektronik yang tergantung pada manufaktur luar negeri akan ikut terdampak. Harga laptop, tablet, dan berbagai perangkat pintar lainnya bisa ikut naik.
Konsumen akan menghadapi dilema: membayar lebih mahal untuk produk yang sama, atau mencari alternatif dari merek lain yang mungkin masih bisa menghindari tarif tersebut.
Apple sendiri kemungkinan besar akan mencoba berbagai strategi untuk meredam lonjakan biaya, seperti memindahkan sebagian produksi ke negara lain seperti India atau Vietnam, yang kini mulai dijadikan basis manufaktur alternatif.
Politik dan Bisnis: Benturan Kepentingan
Kebijakan tarif ini memperlihatkan bagaimana politik bisa berdampak langsung pada ekonomi dan konsumen. Di satu sisi, Trump mendorong semangat nasionalisme ekonomi, namun di sisi lain, perusahaan-perusahaan besar seperti Apple harus menghadapi tantangan besar untuk menyesuaikan strategi bisnis mereka.
Apakah konsumen siap membayar harga yang lebih tinggi demi produk “Made in USA”? Ataukah mereka akan berpaling pada alternatif yang lebih murah dari luar negeri?
Gadget atau Gengsi?
Dengan potensi harga iPhone yang melonjak ke angka fantastis, muncul pertanyaan menarik: Apakah iPhone masih akan jadi simbol teknologi mutakhir, atau justru berubah menjadi simbol kemewahan?
Yang pasti, keputusan kebijakan seperti ini bukan hanya akan berdampak pada neraca perdagangan, tapi juga pada isi dompet jutaan pengguna iPhone di seluruh dunia.