Uang Lembur ASN dan Non ASN 2026 Diperbarui: Kebijakan Sri Mulyani Jadi Sorotan
Pemerintah melalui Kementerian Keuangan resmi menetapkan aturan baru terkait pemberian uang lembur bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) dan pegawai Non-ASN yang akan mulai berlaku pada tahun anggaran 2026. Kebijakan ini langsung diumumkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan sontak menjadi sorotan publik, terutama di kalangan birokrat dan pekerja honorer.
Penyesuaian Besaran dan Kategori Lembur
Dalam revisi kebijakan ini, Sri Mulyani menegaskan bahwa penyusunan skema baru uang lembur bertujuan untuk memberikan keadilan dan efisiensi, serta menyesuaikan dengan beban kerja aktual para pegawai di lapangan. Besaran uang lembur kini dibagi ke dalam kategori yang lebih spesifik, berdasarkan jenjang jabatan, tingkat kepadatan pekerjaan, dan waktu kerja tambahan yang dilakukan.
Untuk ASN struktural, sistem honor lembur kini dihitung berdasarkan golongan dan kompleksitas tugas tambahan. Sementara bagi pegawai Non-ASN, seperti tenaga honorer dan kontrak di lembaga pemerintahan, pemerintah menetapkan standar lembur minimum yang lebih tinggi dibandingkan aturan sebelumnya, sebagai bentuk pengakuan atas kontribusi mereka.
Fokus pada Akuntabilitas dan Efisiensi Anggaran
Salah satu poin penting dalam kebijakan baru ini adalah peningkatan pengawasan terhadap klaim uang lembur. Kementerian Keuangan memperketat mekanisme pelaporan dan validasi, guna menghindari penyalahgunaan anggaran. Hanya lembur yang benar-benar tercatat, disetujui, dan berdampak pada output kinerja instansi yang akan dibayarkan.
“Setiap rupiah yang dibayarkan harus sepadan dengan manfaatnya bagi publik,” ujar Sri Mulyani dalam konferensi persnya. Ia menambahkan bahwa sistem lembur yang lebih tertib dan transparan adalah bagian dari reformasi birokrasi yang sedang didorong oleh pemerintah.
Respons ASN dan Pegawai Non-ASN
Respon dari kalangan pegawai cukup beragam. Sebagian ASN menyambut baik aturan baru ini karena dianggap lebih adil dan transparan, apalagi dengan adanya potensi peningkatan nominal lembur pada tugas-tugas kritis dan berbasis hasil. Namun, beberapa pegawai non-ASN masih menyoroti perlunya kejelasan dalam mekanisme penghitungan dan pencairan uang lembur.
“Kami berharap aturan ini tidak hanya bagus di atas kertas, tapi juga bisa diimplementasikan secara merata di daerah,” kata Rani, seorang tenaga kontrak di instansi pemerintah daerah di Jawa Tengah.
Dampak Jangka Panjang: Produktivitas dan Keadilan
Dengan diterapkannya sistem baru ini, pemerintah berharap tidak hanya terjadi efisiensi fiskal, tetapi juga peningkatan produktivitas ASN dan pegawai pendukung. Pemberian insentif yang proporsional diyakini bisa memacu kinerja serta menciptakan iklim kerja yang lebih sehat di sektor publik.
Kebijakan ini juga menjadi sinyal bahwa pemerintah mulai memperhatikan lebih serius keberadaan tenaga non-ASN yang selama ini berperan penting, namun kerap kurang dihargai secara finansial.
Revisi aturan uang lembur 2026 menjadi langkah strategis dalam memperbaiki tata kelola keuangan negara sekaligus mendukung semangat reformasi birokrasi. Meski masih memerlukan waktu untuk melihat efektivitas implementasinya, keputusan Sri Mulyani ini jelas membuka ruang baru untuk dialog mengenai keadilan, efisiensi, dan apresiasi yang layak bagi seluruh pegawai pemerintah — baik ASN maupun non-ASN.